Remedi di Hari ke-850

Adelia Hasna Nabilla
2 min readFeb 12, 2021

Kalau saja kamu ingat pertanda yang tersua di bagian enam, aku rasa kemarin adalah jawabnya.

Tepat 850 hari berlalu, akhirnya Rama benar-benar kembali. Masih dengan gayanya yang khas; pertanyaan yang selalu tepat sasaran; versi yang lebih baik. Jujur, aku juga bingung harus menempatkan perasaan ini di mana. Ya, kamu tahu, aku sudah bersama Saka. Dan inilah akar permasalahannya.

Dua bulan terakhir, aku tidak pernah merasa semua ini baik-baik saja. Aku mendapati Saka yang kerap kali keluar tanpa memberi kabar, Ia yang lebih banyak mengelak, dan aku yang semakin sering mengucap kata “terserah.” Pun selama ini sebenarnya aku juga sudah tidak tahan. Seperti menunda perpisahan karena lebih memilih percaya.

Dua minggu setelah aku mencoba untuk pergi, ternyata Saka lekas mencari. Tapi sayang, aku sudah tidak mau peduli lagi. Terlalu banyak yang ditahan dan ini sesuai dengan apa yang diperkirakan. Cuma orang brengsek yang bisa sekurang ajar dia. Percuma memberi hati kalau pada akhirnya dimakan sendiri. Lebih baik aku saja yang menghilang daripada harus menahan sakitnya ditinggal. Aku sudah benar-benar bilang padanya, jangan sampai ini menjadi jarak kedua yang paling salah.

Tapi nyatanya, ya memang sudah salah dari awal.

Apa-apa yang niatnya sudah salah, pasti nggak akan baik-baik saja

Dua hari setelahnya, aku mendapatimu di dalam mimpi. Tiga hari berturut-turut, Rama. Ini sudah jarang sekali terjadi tapi rasanya benar-benar nyata. Aku berusaha bodo amat dan tidak menjadikannya sebagai suatu hal serius. Tapi yang jadi masalah adalah kenapa semua ini seakan-akan ada kaitannya? atau hanya perasaanku saja?

Dan seperti yang ku katakan di awal, 850 hari sejak perpisahan itu terjadi, notifmu muncul lagi; mengalahkan seluruh fokus tujuku malam kemarin.

“How’s life,” tanyamu

Kemudian kita kembali berbincang, mengarah ke sana, lagi. Mempertanyakan apa saja yang selama ini dibungkam, saling bertukar cerita tentang rencana hebat ke depan.

Ya, kita masih Rama dan Malya yang tak pernah bosan mendengar.

Perihal niat membangun pondasi itu lagi atau tidak, aku memang hanya bisa menanti. Tapi jika boleh kutebak, ya mungkin ini adalah jawaban. Jawaban dari dua sujud yang kerap menangis hanya karena ingin bertemu.

Entahlah, sepertinya akan banyak cerita manis di Februari. Dicoba saja dulu. Kalau ternyata bukan sekarang, kan bisa nanti, di kemudian hari.

--

--

Adelia Hasna Nabilla

Ini adalah Ruang Perspektif; menyapa, berdiskusi, bercerita. Semoga bisa menyembuhkan hati dan jiwa yang patah tak terarah.