Petak Umpet: Benteng atau Pertanda?

Adelia Hasna Nabilla
2 min readJan 4, 2021

Mungkin besok-besok kamu perlu bertanya pada diri sendiri. Apa benar ini yang kita mau? atau sekadar benteng karena tidak berani menyapa lagi?

Sekali lagi aku tanya, Rama

Apa kita sudah selesai? Apa memang sudah tidak bisa kembali lagi?

Kalau iya, berarti menghilang secara perlahan adalah caramu untuk menahan rasa luka. Dan dugaanmu rupanya salah, Rama.

Bahkan aku merasa tidak Rama. Semua hanyalah kebohongan yang kususun rapi karenamu. Belum pernah dan belum ada yang lain Rama. Sama sekali. Bahkan di tahun baru sekalipun, aku masih berujung padamu. Kamu yang persis dua belas bulan lalu masih bertanya apa aku sedang baik-baik saja. Apa benar sudah menemukan, apa cukup jika tanpamu. Dan aku inginnya bersama Rama yang selalu begitu. Tapi sekarang? Kamu malah bersembunyi.

Sebenarnya aku juga capek, Rama. Capek terjebak dalam the next level of ‘petak umpet’. Diambang dengan ribuan tandamu itu ternyata sulit. Lebih sulit dari berusaha melupakanmu. Aku semakin dibuat penasaran. Sering ku tanyakan pada diri sendiri, apa ini yang memang kita mau?

Ya meskipun aku tahu, ini semua hanya alibi karena tak berani menyapa lagi.

Kali ini aku ingin menceritakan kejadian kemarin, iya benar-benar persis kemarin. Kejadian yang ku rasa akan jadi suatu pertanda. Pertanda bahwa intuisiku kembali bekerja padamu. Setelah perasaan itu benar-benar hilang, rupanya Ia kembali. Aku sendiri juga bingung kenapa kamu tiba-tiba datang dengan postingan tentang hal yang persis sedang terngiang-ngiang di kepalaku. Seakan-akan ada koneksi baru yang membuat kita kembali bertemu. Aneh sekali rasanya, dan ini bukan kali pertama — sudah yang ketiga — dalam kurun waktu dua bulan.

Dua bulan terakhir sejak aku dan Saka mulai tidak baik-baik saja.

Mungkin akan ku ceritakan tentang Saka nanti, tapi yang jelas

Tidak mungkin jika tidak ingin kembali. Aku pun jadi semakin yakin bahwa kita sama-sama sedang berlari. Mencari titik temu. Berlari ke arah yang sama.

Iya kan Rama? aku paham ini semua hanyalah alibi.

Alibi yang tidak bisa kukorelasikan kemana arah hati kan menuju.

--

--

Adelia Hasna Nabilla

Ini adalah Ruang Perspektif; menyapa, berdiskusi, bercerita. Semoga bisa menyembuhkan hati dan jiwa yang patah tak terarah.